Sabtu, 04 Maret 2017

Perusahaan E-Commerce yang Tumbang di Indonesia

Bisnis e-commerce yang berkembang semakin pesat di Indonesia tidak menjadi jaminan bahwa semua orang yang masuk ke bisnis ini akan menjadi sukses. Di Indonesia sendiri, banyak bisnis e-commerce raksasa yang dapat tumbang karena keadaan ekosistem bisnis yang berbeda dengan negaranya. Salah satu perusahaan e-commerce yang tumbang di Indonesia adalah Shopious. Menurut pendirinya, Aditya Herlambang, tumbangnya Shopius bukanlah disebabkan karena perusahaan tersebut kehabisand dana atau tidak bisa mendapatkan penyuntik modal, namun dikarenakan ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia yang mengecewakan. Hal ini karena e-commerce tidak berkompetisi dengan kualitas produk, namun dengan banyaknya bonus yang memanjakan konsumen, seperti layanan diskon, pembebasan ongkos kirim, hingga perang harga. Selain Shopius, ada beberapa perusahaan yang juga tumbang di Indonesia, yaitu:

1. Rakuten


Perusahaan e-commerce asal Jepang ini masuk ke Indonesia sejak tahun 2011. Perusahaan ini bekerja sama dengan MNC group, namun kerja sama ini terpecah dua tahun setelahnya. Presiden Direktur dan CEO Rakuten Belanja Online, Ryota Inaba, mengatakan penyebab terpecahnya kerja sama tersebut karena adanya "perbedaan filosofi" dan Rakuten yakin dengan berdiri sendiri maka mereka akan sukses di Indonesia. Namun, setelah berjalan selama tiga tahun, Rakuten akhirnya mengalami kegagalan di Indonesia. Mereka mundur dari Indonesia pada 1 Maret 2016. Prediksi kemunduran mereka disebabkan oleh pertumbuhan e-commerce yang tak sehat tak membuat mereka betah untuk tetap beroperasi di Indonesia. Oleh sebab itu, domain rakuten.co.id sudah dialihkan ke Rakuten Global Market yang berpusat di Ichiba, Jepang.

2. Lamido


Perusahaan Lamido merupakan perusahaan yang berada dibawah naungan raksasa internet asal Jerman, yaitu Rocket Internet. Perusahaan ini didirikan di Indonesia pada tahun 2013 karena Direktur Utama Lamido pada saat itu, Johan Antlov yakin karena melihat pasar Indonesia dan mengaku melihat potensi besar di bidang e-commerce di Indonesia. Mereka berfokus pada produk elektronik, busana, dan aksesori untuk pasar menengah-bawah. Namun, rencana menyasar pangsa pasar menengah-bawah tersebut tidak terjadi. Selai bersaing ketat dengan Bukalapak dan Tokopedia di Indonesia, Lamido juga bersaing dengan anak usaha Rocket Internet lainnya, Lazada. Lambat tapi pasti, Lamido mengalami kegagalan di Indonesia dan Lamido akhirnya bergabung dengan Lazada pada Maret 2015.

3. Paraplou


Perusahaan yang awalnya bernama Vela Asia ini didirikan pada tahun 2012 yang berfokus menawarkan produk busana. Mereka bahkan menargetkan pada kelas premium dan mendapatkan dana sebesar US $1,5 juta dari pemodal ventura Singapura, Majuven pada awal tahun 2015. Namun, tak sampai satu tahun, perusahaan tersebut tidak bertahan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ada masalah kondisi pemodalannya. Mereka juga menilai pasar e-commerce untuk produk branding tengah bertumbuh, namun ekonomi global sedang bergolak.

4. Valadoo


Perusahaan e-commerce ini didirikan pada tahun 2010 yang berfokus pada layanan travel dan gaya hidup. Co-Founder yang bernama Jaka Wiradisuria mengatakan bahwa awalnya mereka mau membuat situs daily deal, namun akhirnya bergeser ke ranah travel. Setelah dua tahun berjalan, perusahaan ini memperoleh dana dari Wego. Namun, karena model bisnis yang tidak jelas menyebabkan arah bisnis Valadoo tidak jelas. Pada akhirnya, mereka merger dengan Burufly (media sosial yang mengunggulkan foto wisara) tahun 2014. Merger yang dilakukan tidak membantu Valadoo untuk bertahan di Indonesia karena perbedaan teknologi yang membuat integrasi fitur yang mereka bayangkan tidak berjalan. Pada akhirnya, Valadoo memutuskan untuk tutup pada 30 April 2015.

5. Inapay


Inapay merupakan perusahaan yang menyediakan rekening bersama dalam transaksi online. Dalam tiga tahun beroperasi, Inapay telah sukses memproses 29.466 transaksi. Namun, mereka mengummkan tutup pada Januari 2015 padahalpenggunanya telah mencapai 25 ribu orang, bahkan pemodal, Ventura East Venture sempat menyuntukan dana ke Inapay. Pada tahun 2014, mereka menargetkan pelanggan berlipat hingga dua kali, namun rencana tersebut tidak berhasil. Inapay tidak menjelaskan alasan mereka menutup perusahaan mereka. Tapi, dalam pengumumannya, mereka menyebut bahwa banyak tantangan dalam dunia rekening bersama (escrow) yang belum terpecahkan, mulai dari edukasi hingga regulasi yang menjadi tantangan terbesar mereka.

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar